Ayub 31 (MAD2T*Pagi*30 Maret*Tahun 2)

Ayub 31

Penjelasan Singkat
Ayub mengakui integritasnya

Isi Pasal
Jawaban Ayub dilanjutkan. Dia bersikeras akan ketulusan hatinya.

Judul Perikop
Sekali lagi Ayub mengaku tidak bersalah (31:1-40)

Tafsiran: 31:1-40. Protes untuk menyatakan diri tidak bersalah merupakan beban utama Ayub selama ini. Di sini, dengan perumusan yang teliti, protes itu menjadi puncak dari uraian penutupnya. Menurut bentuknya, ini merupakan sumpah kesetiaan kepada perjanjian yang berlaku surut (bdg. ay. 1 a). Di dalam sumpah-sumpah semacam itu, pembicara mengutuk dirinya sendiri jika terbukti melanggar hukum-hukum moral (bdg. misalnya, Sumpah Prajurit Het, ANET, hlm. 353, 354). Bahkan penggambaran contoh-contoh sumpah kuno seperti itu yang masih ada cocok dengan sumpah Ayub (mis.: kerugian panen, menggiling untuk orang lain, patahnya persendian, onak yang tumbuh. Lih. ay. 8, 10, 22, 40). Jadi, gambaran tersebut ialah gambaran tentang seorang raja taklukan dalam perjanjian yang memprotes bahwa kesetiaannya pada berbagai peraturan yang dibebankan kepadanya membuatnya bingung karena yang kemudian ditimpakan kepadanya bukan berkat-berkat sesuai perjanjian, melainkan kutukan-kutukan (bdg. Ul. 28:18, 31, 35). Bagi Ayub Allah tampaknya telah meninggalkan peran seorang raja penakluk yaitu sebagai pelindung dan secara membingungkan berbalik menjadi musuh terhadap seorang raja taklukan yang taat.

Pembelaan terakhir Ayub. Solilokui atau ungkapan perasaan terdalam Ayub melalui perkataan ini (ps. 29-31) ditutup dengan pengakuan bahwa dirinya tidak bersalah (ps. 31). Kembali Ayub menggunakan gaya bahasa seakan dirinya diadili, dan kini ia berkesempatan untuk membela dirinya dalam cara lain. Dalam nas ini hati nurani Ayub tampil ke depan, dan memberikan pertanggungjawaban tentang kehidupannya di hadapan prinsip-prinsip moralitas yang benar. Pertanggungjawaban ini sekaligus juga menjadi pertanyaan kepada Allah (ayat 35), yang telah "mengamat-amati … dan menghitung ..." (ayat 4), dan ketetapan-ketetapan-Nya.

Pertanggungjawaban itu diberikan Ayub dalam bentuk rangkaian perkataan, 'jika saya melakukan dosa A maka biarlah B terjadi pada saya.' Para penafsir nas ini menghitung ada empat belas (dua kali tujuh) bentuk dosa yang Ayub nyatakan tidak pernah ia lakukan (dengan kutukan jika dirinya ternyata melakukan dosa tersebut). Angka tujuh dalam PL bermakna kegenapan. Dua kali tujuh menunjukkan kesungguhan Ayub membela perkaranya di hadapan Allah.

Hampir semua dosa yang diucapkan Ayub berkaitan dengan etika kehidupan, kecuali satu, mengenai ibadah (menyembah berhala, ayat 26-27). Hal ini menunjukkan Ayub layak menerima pujian dari Allah sebagai orang yang "demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan" (ayat 1:8). Yang perlu diperhatikan di sini adalah keteguhan Ayub untuk tetap mempertahankan integritas moralnya, walaupun prinsip pada ayat 2-3, terbukti dalam kehidupan Ayub terjadi sebaliknya. Namun Ayub tetap menjaga integritasnya, bukan karena takut dihukum, atau demi berkat Allah. Ayub telah terpuruk, tetapi ia tetap menjaga kehidupannya. Kini, dari Allah pula Ayub menanti jawaban atas semua pergumulan, kebingungan, dan jeritan hatinya.

Renungkan: Apa alasan Anda menjaga moralitas kehidupan Anda? Seharusnya bukan supaya masuk surga, atau demi berkat Tuhan dalam hidup. Tetapi semata karena kerinduan untuk tetap ada dalam hubungan dengan Allah yang benar, betapapun sulit dan membingungkan hidup yang harus dijalani.

Comments

Popular posts from this blog

2 Tawarikh 23 (MAD2T*Pagi*19 Feb*Tahun 2)

Nehemia 12 (MAD2T*Mlm*08 Maret*Tahun 2)

2 Raja-Raja 25 (MAD2T*Pagi*23 Jan*Tahun 2)